IQRA
Palestina Negara Khayalan (1)
Palestina negara khayalan kian mendekati kenyataan
Keyakinan ini sebagai otokritik terhadap para pemimpin muslim supaya berbicara mengenai kenyataan di lapangan bukan pikiran-pikiran ideal di atas kertas.
17 November 2020 17:44Seorang pengawal pemimpin Hamas memasuki terowongan di perbatasan Rafah, tembus dari Jalur Gaza ke Mesir, Oktober 2012. (Faisal Assegaf/Albalad.co)
Faisal Assegaf
Palestina negara khayalan adalah tesis dan analisis saya tulis sehabis kegagalan konferensi Annapolis di Amerika Serikat pada 2007. Itulah perundingan langsung terakhir terjadi antara Palestina dan Israel. Sehabis itu upaya untuk mendudukkan kembali kedua pihak bertikai ke meja perundingan selalu mentok.
Gagasan mengenai Palestina negara khayalan kerap saya sampaikan dalam beragam diskusi atau ketika saya diwawancarai. Keyakinan ini sebagai otokritik terhadap para pemimpin muslim supaya berbicara mengenai kenyataan di lapangan bukan pikiran-pikiran ideal di atas kertas.
Paradigma idealis dan bukan realis inilah memunculkan strategi tidak jitu dalam menyelesaikan isu Palestina. Tidak ada kemajuan berarti sejak pembentukan Organisasi Konferensi Islam (OKI) pada 1969 dan Liga Arab pada 1945 dibentuk dalam mewujudkan mimpi rakyat Palestina.
Tantangan terbesar dalam membantu bangsa Palestina meraih kemerdekaan dari penjajahan Israel adalah bagaimana mencegah agar Palestina bukan sekadar negara khayalan. Itulah realitas ada di lapangan sekarang: Palestina belum menjadi negara merdeka dan berdaulat.
Ada lima poin untuk menjelaskan bagaimana Palestina bisa menjadi negara khayalan. Atau sebaliknya, kelima ini dapat menjadi dasar untuk memformulasikan taktik tepat dalam menghadapi Israel.
Kelima poin itu adalah faktor internal, faktor eksternal, isu Palestina di era Presiden Donald Trump, isu Palestina pada masa Presiden Joe Biden, dan kesimpulan.
Faktor internal terdiri dari persatuan Palestina, konflik agama, dan tuga ganjalan berdirinya negara Palestina. Sedangkan faktor eksternal meliputi dukungan Amerika Serikat, hak veto Dewan Keamanan, serta strategi negara-negara Arab dan muslim.
Isu Palestina di era Trump, penting untuk melihat terobosan Trump, normalisasi Arab-Israel, dan proposal damai Trump. Terkait isu Palestina pada masa Biden terdiri dari akan lebih pro-Palestina, memperbaiki kesalahan die ra Trump, dan solusi dua negara.
Kesimpulan dari penjelasan di atas makin menguatkan realitas di lapangan saat ini Palestina cuma negara khayalan.