kabar
Tak lagi berburu iftar di Damaskus
"Kalau sekarang ngeri. Keluar malam kita dicurigai. Ditanyai macam-macam oleh tentara di pos pemeriksaan."
22 Juni 2015 08:29Suasana buka pauasa bersama di kantor KBRI di Ibu Kota Damaskus, Suriah, Kamis, 18 Juni 2015. (KBRI Damaskus untuk Albalad.co)
Sudah lima kali Ramadan perang meluluhlantakkan Suriah. Para pelajar Indonesia masih bertahan di negara ini tentu harus menyesuaikan diri dengan kondisi krisis dan tetap berpuasa.
Saat ini ada 27 pelajar Indonesia di Suriah dari berbagai tingkatan, mulai sekolah menengah atas hingga pascasarjana. Sebelum konflik bersenjata meletup, pelajar Indonesia di sana pernah mencapai sekitar 250 orang. Namun akibat krisis berkepanjangan, pemerintah melalui kedutaan di Damaskus memulangkan secara bertahap warga Indonesia di Suriah, juga menghentikan pengiriman tenaga kerja ke Suriah sejak September 2011.
"Kalau dulu, setiap malam kami berkeliling ke masjid-masjid di Kota Damaskus," kata Ketua Perhimpunan Pelajar Indonesia Suriah Ahmad Fuadi Fauzi, bercerita tentang perbandingan Suriah sebelum dan setelah krisis, seperti tertulis dalam siaran pers Kementerian Luar Negeri diterima Albalad.co kemarin.
"Kadang mahasiswa berburu makanan berbuka enak-enak di masjid-masjid tertentu," ujarnya. "Apalagi orang Damaskus terkenal dermawan kepada para pelajar asing. Pulang tarawih kadang dikasih uang."
Tapi kini kondisi itu jarang ditemukan. Kesulitan ekonomi menjadi faktor utamanya. Bahkan beberapa masjid biasa jadi langganan pelajar berburu iftar, sudah dikuasai pemberontak, baik dari kelompok FSA (Tentara Pembebasan Suriah), ISIS (Negara Islam Irak dan Suriah), Jabhat Nusra, atau pun kelompok lain. Keamanan rawan juga tidak memungkinkan mahasiswa bepergian terlalu malam.
Ramadan tahun ini jatuh pada musim panas. Artinya, lama puasa di Suriah sekitar 16,5 jam, dimulai dari subuh pukul 04.30 sampai maghrib jam 20.00. Sholat Isya baru dimulai pukul 21.30 dan tarawih selesai sekitar jam 23.00. Jadi menjelang tengah malam baru tiba di rumah kembali.
Menurut Ahasin Mahrus, mahasiswa pascasarjana di Universitas Kuftaro, sebelum krisis mereka bebas berpergian ke mana pun dan kapan saja. "Bahkan anak-anak bermain bola di lapangan hingga larut malam di musim panas ini. Tidak ada orang bertanya siapa dan maksud kita apa," tuturnya. "Kalau sekarang ngeri. Keluar malam kita dicurigai. Ditanyai macam-macam oleh tentara di pos pemeriksaan."
"Apalagi saat kondisi sulit seperti ini banyak orang kepepet dan nekat berbuat jahat," tambah Mukhlas Hamdi Rais, mahasiswa tingkat akhir di Universitas Kuftaro.
Semua cerita itu keluar saat KBRI (Kedutaan Besar Republik Indonesia) di Ibu Kota Damaskus menggelar buka puasa bersama Kamis pekan lalu di lobi KBRI Damaskus dengan mengundang seluruh staf dan mahasiswa. Acara ini juga dihadiri Duta besar Indonesia untuk Suriah Djoko Harjanto.
Agenda ini dimulai dengan berbuka, bersantap malam, ceramah agama, hingga ditutup dengan tarawih berjamaah. Setelah dibuka dengan sajian es buah dan salat magrib, mahasiswa langsung menyerbu hidangan makan malam khas Nusantara, seperti sayur sop, perkedel, bakwan, rendang, dan kerupuk.
Menurut Pelaksana Fungsi Penerangan, Sosial, dan Budaya KBRI Damaskus A.M.Sidqi, acara ini sengaja diadakan sebagai sarana silaturahim bagi seluruh warga Indonesia di Damaskus dan mengobati kerinduan akan kemeriahan suasana Ramadan di Tanah Air. "Dengan kumpul dan bergembira seperti ini, kita sejenak melupakan kondisi krisis melanda Suriah, tanpa lupa mendoakan agar kedamaian segera terwujud di Bumi Syam ini," katanya.
KBRI Damaskus berencana mengadakan buka puasa bersama empat kali selama Ramadan tahun ini.