kabar
Pemerintah buka layanan calling visa bagi Israel
Keputusan itu tiba-tiba karena tidak menjadi prioritas dalam proses pemulihan ekonomi setelah pandemi Covid-19.
23 November 2020 09:28Pesawat kargo mengangkut bantuan kemanusiaan dari Israel bagi korban tsunami di Aceh. (Steve Stein buat Albalad.co)
Faisal Assegaf
Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia mulai hari ini membuka layanan visa elektronik bagi warga negara Israel dan tujuh negara lainnya menjadi subjek calling visa, yakni Afghanistan, Guinea, Korea Utara, Kamerun, Liberia, Niger, Nigeria, dan Somalia. Layanan ini dihentikan sejak merebaknya pandemi virus corona Covid-19.
Kepala Bagian Hubungan Kemasyarakatan dan Umum Direktorat Jenderal Imigrasi Arvin Gumilang menjelaskan uji coba pembukaan layanan sudah dimulai Jumat pekan lalu. Dia menambahkan pra penjamin orang asing dari negara subjek calling visa bisa mengajukan permohonan melaui situs www.visa-online.imigrasi.go.id
"Uji coba pelayanan telah kami lakukan sebelumnya dan Senin (hari ini) akan kami buka pelayanan visa elektronik bagi subjek calling visa untuk tujuan penyatuan keluarga, bisnis, investasi, dan bekerja," kata Arvin melalui keterangan tertulis kemarin.
Negara calling visa adalah negara dinilai memiliki tingkat kerawanan tertentu ditinjau dari aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan, serta kekeimigrasian.
Arvin menjelaskan alasan pembukaan layanan calling visa bagi Israel dan tujuh negara lainnya adalah banyaknya tenaga ahli dan investor berasal dari kedelapan negara calling visa. Selain itu, buat mengakomodasi hak-hak kemanusiaan pasangan kawin campur. Dia menambahkan proses permohonan visa elektronik bagi warga dari negara subjek calling visa akan melibatkan tim penilai dari Kementerian Hukum dan hak Asasi Manusia, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Luar negeri, Kementerian Tenaga Kerja, Kepolisian Republik Indonesia, Kejaksaan Agung, Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Intelijen Strategis (Bais), dan Badan Narkotika Nasional (BNN).
Seorang pejabat pemerintah memahami isu ini bilang kepada Albalad.co, dirinya kaget karena keputusan pembukaan layanan calling visa bagi Israel dan tujuh negara lainnya itu tiba-tiba. "Tidak pernah ada pembahasan mengenai hal itu," ujarnya.
Dia menambahkan ada kesan keputusan pemerintah ini terkait dengan pertemuan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dengan Presiden Amerika Serikat Donlad Trump di Gedung Putih pekan lalu. Waktu itu, Trump didampingi penaishat urusan Timur Tengah, Jared Kushner, aktif melobi hingga tiga negara Arab - Uni Emirat Arab (UEA), Bahrain, dan Sudan - tahun ini sepakat untuk membina hubungan diplomatik dengan Israel.
Sejauh ini, pihak Gedung Putih masih bungkam soal hasil pertemuan dengan Luhut. Dia menjadi tamu pertama Trump selepas pemilihan presiden pada 3 November dimenangkan oleh kandidat dari Partai Demokrat, Joe Biden.
Ketika ditanya Duta Besar Indonesia buat Amerika Muhammad Lutfi berkali kali dihubungi lewat pesan WhatsApp tidak menjawab. Pesan cuma dibaca. Panggilan telepon juga tidak diangkat. Luhut juga hanya membaca pesan tanpa dibalas.
Dihubungi terpisah, juru bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah mengatakan pihaknya selama ini memusatkan perhatian terhadap pengaturan koridor perjalanan dengan negara-negara memiliki hubungan ekonomi sangat erat dan penting buat Indonesia. "Saat ini sudah ada koridor perjalanan bisnis antara Indonesia dengan UEA, Korea Selatan, Singapura, dan Cina. Dengan Jepang dalam proses pembahasan," tuturnya.
Ketua Komite Israel di Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Mufti Hamka membenarkan Israel sudah menjadi negara calling visa sekitar 2006. Dia menekankan sesuai keputusan diambil semasa era Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, Indonesia dan Israel menjalin hubungan bisnis antara swasta dengan swasta. "Tiap bulan aa lima pengusaha Israel datang lewat Kadin," katanya kepada Albalad.co. "Tapi ada juga yang berkunjung di luar Kadin."
Untuk pelancong asal negara Zionis itu, menurut Mufti, ada dua agen perjalanan wisata di Bali telah ditunjuk pemerintah untuk melayani mereka.