kisah
Garuda dan Bintang Daud nyaris berdekapan
Pertemuan rahasia Indonesia-Israel itu berlangsung sebelum Natal tahun lalu di Singapura. "Yang hadir masing-masing tiga orang dari Indonesia dan Israel, serta dua dari Amerika," kata sumber Albalad.co
22 Januari 2021 19:43Direktur Jenderal Kementerian Luar Negeri Israel Ron Prosor (berjas dan berdasi) berpose dengan latar barang-barang bantuan kemanusiaan dari Israel untuk korban tsunami Aceh di Bandar Udara Hang Nadim, Batam, 11 Januari 2005.(Albalad.co)
Faisal Assegaf
Pertemuan rahasia itu berlangsung pada pekan keempat sebelum Natal tahun lalu. Tempatnya di sebuah hotel ternama di Singapura.
Ini merupakan pertemuan segitiga Indonesia-Amerika Serikat-Israel, bagian dari tren normalisasi Israel dengan negara-negara berpenduduk mayoritas muslim. "Yang hadir masing-masing tiga orang dari Indonesia dan Israel, serta dua dari Amerika," kata sumber Albalad.co di Israel mengetahui detail pertemuan itu saat dihubungi melalui telepon WhatsApp hari ini.
Namun sumber ini menolak mengungkap lebih rinci identitas delapan pejabat dari ketiga negara itu. Dia sudah diwanti-wanti untuk tidak membocorkan nama mereka meski normalisasi Indonesia-Israel batal atau terwujud. "Pertemuan berlangsung lebih dari dua jam saat makan siang," ujarnya. "Dari Israel termasuk orang kepercayaan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu."
Lagi-lagi sumber Albalad.co menolak menyebut siapa orang kepercayaan Netanyahu itu. Tapi Netanyahu pernah bilang Direktur Mossad (dinas rahasia luar negeri Israel) Yossi Cohen adalah orang dia tunjuk untuk melaksanakan misi rahasia buat mengakrabkan hubungan Israel dan negara-negara muslim.
Dua orang dari Amerika itu kemungkinan besar Jared Kushner, penasihat Gedung Putih urusan Timur Tengah dan Avi Berkowitz, utusan khusus urusan perundingan internasional.
Dia menjelaskan normalisasi Indonesia-Israel bukan seperti terjadi dengan Uni Emirat Arab, Bahrain, Sudan, Maroko. Keempat negara Arab ini tahun lalu sepakat membina hubungan diplomatik dengan negara Zionis itu.
Sila baca: Indonesia dan Saudi dua target utama normalisasi dengan Israel
Tapi untuk Indonesia, hal semacam itu masih sulit dilakukan. Karena itu, konteksnya adalah memperkuat hubungan perdagangan bilateral, telah dimulai sejak era Presiden Abdurrahman Wahid pada 2000. Hanya saja yang terjadi selama ini masih bersifat rahasia. Label "Buatan Israel" dihilangkan dan impor dari negara Bintang Daud itu masih harus melalui negara ketiga.
Kalau kesepakatan di Singapura ini terwujud, maka ekspor Israel bisa langsung ke Indonesia tanpa lewat negara ketiga. Selain itu, label "Bikinan Israel" tidak perlu dihapus sebagai pembelajaran bagi generasi muda dan yang akan datang.
Jika Indonesia setuju, seperti kata CEO the U.S. International Development Finance Corporation (IDFC) Adam Boehler, maka Indonesia akan menerima gelontoran fulus dari Dana Perjanjian Ibrahim di tahap awal sebesar US$ 2 miliar dan dapat ditambah."Di fase pertama, anggaran itu untuk investasi di bidang pertanian dan keamanan air," tutur sumber Albalad.co.
Indoneia menyatakan pikir-pikir dulu dengan tawaran dari Tel Aviv dan Washington DC. Negara Bintang Daud ini sejatinya ingin sekali jabat tangan tanda setuju terlaksana sebelum masa jabatan Presiden Amerika Donald Trump berakhir pada 19 Januari lalu.
Sila baca:
Indonesia dan gerbong normalisasi dengan Israel
Temu rahasia Gus Dur-Peres di Halim
Dua pejabat Amerika di era Trump bilang kalau saja masa jabatan Trump masih satu atau dua bulan lagi, Indonesia dan Israel bisa bergandengan tangan. "Ini akan menambah penting secara simbolis," kata salah satu pejabat itu, seperti dilansir surat abar the Times of Israel Selasa lalu.
Di samping Indonesia, satu negara lagi nyaris membina hubungan diplomatik dengan Israel adalah Mauritania. Negara Arab di Afrika Barat ini pernah memiliki relasi resmi dengan Israel pada 1999 tapi diputus lantaran Perang Gaza pada Desember 2008-Januari 2009.
Dua negara muslim itu batal mengikat janji dengan Israel. Trump hilang, Garuda dan Bintang Daud pun tidak jadi berdekapan.