kabar
Sadr sang penentu
"Saya menentang konflik bersenjata dan pertempuran terjadi kemarin," kata lelaki 48 tahun ini. "Saya tidak ingin melancarkan revolusi dengan senjata."
30 Agustus 2022 19:01Dalam jumpa pers di kediamannya di Kota Najaf, selatan Irak, 30 Agistus 2022, Muqtada as-Sadr memerintahkan semua pengikutnya mundur dari Zona Hijau, Ibu Kota Baghdad. (Supplied)
Faisal Assegaf
Barangkali tidak berlebihan menyebut Muqtada as-Sadr, ulama muda Syiah berpengaruh di Irak, saat ini sebagai penentu gelanggang politik di negaranya.
Dalam jumpa pers hari ini dari kediamannya di kawasan Hananah, Kota Najaf, selatan Irak, Sadr memerintahkan para pengikutnya untuk segera mundur dari Zona Hijau, pusat pemerintahan dan areal kantor perwakilan diplomatik asing berada di jantung Ibu Kota Baghdad dalam sejam.
"Saya menentang konflik bersenjata dan pertempuran terjadi kemarin," kata lelaki 48 tahun ini. "Saya tidak ingin melancarkan revolusi dengan senjata."
Sadr mengecam sebagian pendukungnya menggunakan kekerasan di beragam wilayah di Irak. Setidaknya 30 orang tewas dan ratusan lainnya luka akibat pertempuran sejak kemarin antara pasukan Sadr (Saraya as-Salam) dengan koalisi Syiah pro-Iran bernama PMF (Pasukan Mobilisasi Rakyat)
"Pertempuran dan pembunuhan tidak dibenarkan. Hal itu haram, haram, haram," ujarnya.
Seruan Sadr kembali dipatuhi para penyokongnya sudah melakukan protes damai sejak bulan lalu di Zona Hijau. Mereka sudah menguasai gedung parlemen dan kemarin menduduki istana presiden.
Para pemuja Sadr, kebanyakan kaum muda dan kelompok miskin, mulai mundur teratur dari Zona Hijau dan wilayah lainnya.
Perdana Menteri Mustafa al-Kazhimi memuji sikap Sadr sebagai tibdakan patriotik karena mengutamakan kepentingan bangsa. Dengan mundurnya para pengikut Sadr, Kazhimi mengumumkan berakhirnya pula jam malam di seantero Irak.
Sekali lagi Sadr membuktikan: meski belum sampai derajat marja'a (posisi tertinggi dalam sekte Syiah dan berwenang menerbitkan fatwa), dia penentu dalam pentas politik domestik Irak.
Dia juga membuktikan ingin demokrasi berjalan mulus di Irak tanpa campur tangan asing, termasuk Iran dan Barat. Padahal kalau mau, barangkali dia bisa menggulingkan pemerintahan Kazhimi dan memaksakan kehendaknya.
Sekarang tinggal menunggu keputusan Sadr: apakah siap berkompromi dengan aliansi Syiah pro-Irak terbukti korup atau tetap bertahan di proposal terakhirnya, yakni menggelar pemilihan umum tanpa partisipasi semua partai dibentuk setelah rezim Saddam Husain tumbang pada 2003, termasuk partainya Sadr.
Tapi Saleh al-Iraqi, juru bicara Sadr, sudah mengisyaratkan. "Kami tidak akan membiarkan pemerintahan baru Irak dipimpin oleh orang-orang korup," tuturnya.